Jumat, 18 Maret 2011

DANA PENSIUN : BUKAN SEMATA-MATA LEMBAGA INVESTOR

oleh : Suharsono - Penasihat ADPI

Sampai dengan akhir tahun 2010, jumlah dana yang dikelola oleh Dana Pensiun di Indonesia mencapai jumlah kurang lebih Rp. 120 Triliun. Dengan penambahan berupa hasil pengembangan, dan Iuran Pensiun (disamping pengurangan berupa pembayaran Manfaat Pensiun) jumlah dana tersebut secara pasti setiap saat akan semakin meningkat dan semakin besar.

Dari tahun ketahun, Dana Pensiun semakin diakui keberadaannya sebagai salah satu lembaga keuangan yang secara aktif melakukan penanaman (investasi) dana, baik di Pasar Uang dan Pasar Modal, maupun Properti.

Kenyataan seperti itu telah semakin menegaskan adanya sebuah pengertian, bahwa dana yang dikelola Dana Pensiun ikut berperan penting sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan ekonomi nasional yang potensiil.

Namun, sangat disayangkan, bahwa peranan Dana Pensiun sebagai lembaga Investor tersebut oleh banyak pihak (juga dari kalangan Dana Pensiun sendiri), dipandang secara kurang tepat, dari sisi yang terbatas, dan seringkali malahan secara berlebihan dianggap sebagai fungsi dan peranan utama dari Dana Pensiun.

Selama ini, setiap kali membicarakan keberadaan Dana Pensiun, yang lebih mengemuka dan lebih menyita perhatian adalah fungsi dan peranannya sebagai pemegang dan “pemilik” dana atau sejumlah asset yang semakin potensiil.

Pandangan seperti itu tentu saja sama sekali tidak keliru, namun sebenarnya kurang lengkap atau kurang proporsional, serta memungkinkan terjadinya pemahaman yang kurang tepat.

Hal itu mungkin saja timbul karena adanya kekurang pahaman (atau terlupakan), bahwa pada hakekatnya pengelolaan dana oleh Dana Pensiun memiliki latar belakang dan ciri serta kharakter yang khusus, dan tidak sepenuhnya dapat dibandingkan, apalagi disejajarkan dan dipersamakan dengan para pemilik dana atau lembaga investor yang lain.

Pandangan dan pemahaman yang kurang lengkap dan terbatas hanya pada sisi Investasi tersebut berdampak pada timbulnya berbagai sikap dan pendapat serta perlakuan yang juga kurang tepat terhadap Dana Pensiun dan pengembangannya.

Ada pihak yang berpendapat bahwa sebagai sebuah lembaga investor, sebaiknya kepada Dana Pensiun diberikan kebebasan Investasi yang lebih luas. Ada juga yang berpendapat, bahwa dana Investasi Dana Pensiun sebaiknya disatukan dan dikelola sebagai sebuah kumpulan dana (pooling fund), atau diarahkan bagi pembiayaan bidang atau proyek tertentu sesuai prioritas ekonomi nasional. Bahkan timbul pula pendapat dan ide, agar sebaiknya semua Dana Pensiun dari kelompok pemberi kerja tertentu (misalnya Dana Pensiun perusahaan BUMN) disatukan atau di merger, dan sebagainya.

Dari sisi dan aspek investasi, berbagai pendapat tersebut mungkin saja benar dan sangat beralasan, mengingat peranan Dana Pensiun sebagai lembaga Investor yang semakin besar dan tentunya harus dimanfaatkan secara lebih maksimal.

Namun demikian, latar belakang keberadaan dan berbagai ciri serta karakter yang dimiliki oleh Dana Pensiun serta dana yang dikelolanya, yang berbeda dengan dana investasi lainnya, seharusnya terlebih dulu memperoleh perhatian dan menjadi pertimbangan.

Berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas, seyogyanya kita semua dapat kembali menelaah dan melakukan kajian tentang apa dan bagaimana sebenarnya keberadaan serta kedudukan dan peranan serta fungsi Dana Pensiun sebagai Lembaga Keuangan, serta keberadaan dana yang ada pada Dana Pensiun.

Sebagai sebuah lembaga, Dana Pensiun adalah sebuah Badan Hukum yang memiliki karakter khusus. Dana Pensiun adalah Badan Hukum yang terpisah dari lembaga, organisasi atau perusahaan pendirinya, atau lebih tepatnya lembaga “sponsor”nya.

Dan, walaupun Dana Pensiun didirikan oleh organisasi atau perusahaan tertentu, tidak berrati bahwa Dana Pensiun adalah merupakan Unit Organisasi atau Anak Perusahaan dari organisasi atau perusahaan pendirinya tersebut.

Berbeda dengan sebuah Perseroan Terbatas (PT) misalnya, Dana Pensiun bukan sebuah lembaga yang didirikan dan dimiliki oleh para pemegang sahamnya. Dana Pensiun adalah sebuah lembaga yang didirikan untuk berdiri sendiri, tidak dimiliki oleh pendirinya, atau oleh siapapun juga.

Pendiri Dana Pensiun tidak menyisihkan dana atau kekayaannya sebagai “modal” bagi Dana Pensiun, tetapi menyerahkan dan mempercayakan pengelolaan himpunan dana yang secara khusus juga dipisahkan dari kekayaan pendirinya, untuk pembiayaan Program Pensiun.

Himpunan dana tersebut bersumber pada Iuran Pensiun, baik yang dibayarkan oleh Pendiri (Pemberi Kerja) dan dikeluarkan (dibukukan) sebagai “biaya”, maupun Iuran Pensiun yang dibayar oleh para peserta

Karena dikeluarkan sebagai biaya, dana dari Iuran Pensiun Pemberi Kerja tersebut tidak lagi berada dalam pembukuan Pemberi Kerja, dan oleh Dana Pensiun juga tidak dibukukan sebagai Modal.

Sehubungan dengan itu, Dana Pensiun tidak memiliki “Pemegang saham” sebagaimana sebuah perusahaan atau sebuah PT. Disatu sisi Dana Pensiun memiliki “Pendiri”, yang bertanggungjawab terhadap kecukupan dana bagi penyelenggaraan Program Pensiun, dan disisi yang lain, Dana Pensiun memiliki “Peserta”, yang berkepentingan sebagai penerima Manfaat Pensiun.

Lebih lanjut, kepentingan Pendiri terhadap penyelenggaraan Dana Pensiun tidak diwakili oleh Komisaris seperti halnya pada sebuah PT, tetapi secara bersama-sama dengan kepentingan para Peserta, diwakili dalam bentuk “Dewan Pengawas”.

Penjelasan Undang-undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun menegaskan, bahwa pembangunan Nasional, pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Sejalan dengan itu, upaya memelihara kesinambungan penghasilan pada hari tua perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang lebih berdayaguna dan berhasilguna.

Dana Pensiun adalah sebuah bentuk Tabungan Jangka Panjang para karyawan, yang akan dinikmati hasilnya setelah karyawan yang bersangkutan pensiun. Dengan demikian akan tercipta kesinambungan penghasilan hari tua, yang akan menimbulkan ketenteraman kerja, sehingga akan meningkatkan motivasi kerja karyawan yang merupakan iklim kondusif bagi peningkatan produktifitas.

Lebih lanjut ditegaskan, bahwa Dana Pensiun diselenggarakan dengan sistim pendanaan, yang memungkinkan terbentuknya akumulasi dana yang tentu saja dibutuhkan untuk memelihara kesinambungan penghasilan hari tua tersebut.

Dalam dimensi yang lebih luas, akumulasi dana dari penyelenggaraan program pensiun tersebut merupakan salah satu sumber dana yang diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan nasional,

Dengan demikian, secara mendasar, keberadaan Dana Pensiun sejak awalnya bertitik tolak dan bermula dari kepentingan pemeliharaan kesinambungan penghasilan hari tua dan ketenteraman kerja serta peningkatan produktifitas.

Dalam menjalankan kegiatannya, Dana Pensiun benar-benar hanya berurusan dan berkepentingan dengan penyelenggaraan Program Pensiun. Dengan demikian, Dana Pensiun hanya berkepentingan dan mengenal dana yang berupa himpunan dana untuk Program Pensiun tersebut.

Dana Pensiun sama sekali tidak dapat menerima dana yang lain dalam bentuk apapun juga, dan dari siapapun juga, termasuk dari Pendiri dan Peserta, kecuali Iuran Pensiun.

Dana Pensiun juga tidak dapat melakukan pembayaran atau pengeluaran apapun juga dan kepada siapapun juga, diluar pembayaran Manfaat Pensiun dan biaya pengelolaan atau biaya Operasionil, yang juga ditetapkan oleh Pendiri.

Oleh karena itu, dana yang terhimpun dan dikelola oleh Dana Pensiun sepenuhnya hanya berupa himpunan dana yang diterima dari Pendiri dan Peserta, dan secara khusus dan terpisah dimaksudkan sebagai dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan kesinambungan penghasilan hari tua bagi para pesertanya.

Dalam pelaksanaan penyelenggaraan Dana Pensiun, para peserta sebuah Dana Pensiun selalu diindentifikasikan dengan pemberian sebuah “Nomor Dana”, bukan “Nomor Induk Peserta” atau “Nomor Pokok Peserta” misalnya. Hal ini mengandung pengertian, bahwa setiap peserta dicatat berdasarkan (bagian) dana yang menjadi haknya, atau dengan kata lain berarti bahwa himpunan dana yang ada pada Dana Pensiun pada hakekatnya adalah himpunan kewajiban Dana Pensiun terhadap para peserta atau pemegang “Nomor Dana” tersebut.

Pemahaman seperti itu akan lebih memberikan penegasan, bahwa Dana Pensiun, sebagai sebuah lembaga, sebenarnya tidak “memiliki” himpunan dana tersebut, melainkan hanya “mengelola”nya, berdasarkan kepercayaan dan amanah dari para Peserta dan Pendiri/Pemberi kerja.

Dengan demikian, pengelolaan dana tersebut tentu saja harus dilaksanakan dengan pertamakali selalu menyadari, bahwa himpunan dana tersebut sebenarnya menjadi ada dan timbul karena adanya sebuah “himpunan kewajiban“ terhadap kepentingan para Peserta dan Pemberi kerja.

Dalam rangka pengelolaan himpunan dana tersebut, Dana Pensiun juga harus memperhatikan kepentingan Pendiri atau Pemberi Kerja, yang setiap saat harus bertanggungjawab atas kecukupan dana bagi penyelenggaraan Program Pensiun. Oleh karena itu, Dana Pensiun sedapat mungkin harus mengusahakan, agar himpunan dana (yang telah ada) tidak menjadi semakin berkurang, tetapi dapat berkembang dan semakin bertambah jumlahnya.

Untuk itu, Dana Pensiun melakukan kegiatan pengembangan dana, dengan melakukan investasi, yang harus dilakukan semata-mata untuk kepentingan Pendiri atau Pemberi Kerja.

Oleh karena itu, kegiatan Investasi Dana Pensiun harus dilakukan berdasarkan Arahan Investasi yang ditetapkan dan diberikan oleh Pendiri atau Pemberi Kerja.

Hasil pengembangan dana melalui kegiatan Investasi tersebut juga tidak dapat digunakan untuk keperluan apapun juga, kecuali harus diperlakukan sebagai sumber pemupukan himpunan dana, seperti halnya Iuran Pensiun.

Hasil Investasi tersebut sama sekali bukan merupakan “laba” atau “keuntungan” bagi Dana Pensiun sebagai sebuah lembaga, akan tetapi merupakan penambah kekayaan Dana Pensiun untuk pemenuhan kewajiban pembayaran Manfaat Pensiun.

Dengan demikian, penyelenggaraan pendanaan Dana Pensiun harus terlebih dulu diartikan sebagai sebuah penyelenggaraan pemeliharaan “kewajiban”, dan sebagai konsekuensinya, timbul sebuah penyelenggaraan pengembangan “kekayaan”.

Pengelolaan kewajiban Dana Pensiun harus lebih dulu memperoleh perhatian, dan menjadi dasar dari pengelolaan kekayaannya.

Dengan kata lain, penyelenggaraan pendanaan Dana Pensiun adalah merupakan sebuah “Liabilities Assets Management”.

Dari uraian diatas, jelaslah, bahwa sebelum memahami dan memperlakukan Dana Pensiun sebagai sebuah lembaga Investor, terlebih dulu harus memahami dan memperlakuan Dana Pensiun sebagai sebuah lembaga pemegang amanah dan kepercayaan untuk memenuhi kewajiban, memelihara kelangsungan dan kesinambungan penghasilan hari tua para Peserta.

Sebagai kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan dan kajian diatas, beberapa hal yang bersifat mendasar adalah adanya beberapa pengertian dan pemahaman, bahwa :

  1. Dana Pensiun merupakan Badan Hukum tersendiri, terpisah dari Pendiri. Dana Pensiun bukan merupakan Unit Organisasi atau Anak Perusahaan dari Pendiri.

Kepentingan Pendiri sebagai Pemberi Kerja terhadap Dana Pensiun sejajar dengan kepentingan para Peserta Program Pensiun.

  1. Dana Pensiun bukan merupakan sebuah lembaga “pemilik” dana, melainkan sebuah lembaga “pengurus“ atau “pengelola” himpunan dana yang secara khusus dibentuk sebagai sebuah sistim pendanaan bagi penyelenggaraan Program Pensiun.
  2. Dana Pensiun bukan sebuah Lembaga Keuangan yang melakukan fungsi pembiayaan atau lembaga “intermediasi” finansial yang memobilisasi dana menganggur (idle money) dari masyarakat dan meyalurkannya kembali ke masyarakat, sebagaimana sebuah Bank.
  3. Dana yang dikelola (dan harus dikembangkan) oleh Dana Pensiun pada hakekatnya adalah sebuah himpunan dana atau kekayaan (Assets) yang timbul dan terbentuk karena adanya sebuah kewajiban (Liabilities) baik jangka pendek maupun jangka panjang, yang berupa kewajiban pembayaran Manfaat Pensiun.

Lebih lanjut, berkaitan dengan timbulnya wacana tentang perlunya dilakukan merger atau penyatuan dari Dana Pensiun (DPPK) yang didirikan oleh perusahaan BUMN, kiranya dapat dipahami hal-hal sebagai berikut :

Apabila hanya didasarkan kepada kepentingan penghimpunan dan penyatuan jumlah dana investasi Dana Pensiun, sehingga menjadi himpunan dana yang sangat besar dan tentunya dapat lebih memiliki kesempatan dan kemungkinan yang lebih besar untuk berkembang lebih pesat, wacana penyatuan atau merger Dana Pensiun tersebut dapat dipahami dan akan bermanfaat, baik bagi Dana Pensiun sendiri, maupun bagi kepentingan pembiayaan pembangunan ekonomi.

Namun demikian, mengingat berbagai hal seperti yang telah diuraikan diatas, wacana untuk merger Dana Pensiun tersebut nampaknya akan sangat sulit (atau hampr mustahil) untuk dapat dilaksanakan, dan selayaknya dipertimbangkan kembali.

Penyatuan, penggabungan, atau merger, atau apapun namanya terhadap Dana Pensiun (apalagi meliputi jumlah Dana Pensiun yang besar), bukan berarti hanya penggabungan dan penyatuan kekayaan, yang nampaknya seolah-olah tidak terlalu sulit.

Masalah yang akan timbul adalah, bahwa keberadaan dan pengelolaan kekayaan tersebut sangat bervariasi dan berbeda-beda antara Dana Pensiun yang satu dengan Dana Pensiun yang lain, karena kewajiban yang menjadi latar belakang dari adanya kekayaan tersebut juga sangat bervariasi.

Oleh karena itu, sebenarnya penyatuan, penggabungan, atau merger antara Dana Pensiun pada hakekatnya merupakan penyatuan dan penggabungan kewajiban dari Dana Pensiun. Dan hal itu sama sekali bukan merupakan hal yang mudah dan sederhana, serta sama sekali berbeda dengan penyatuan dan penggabungan kewajiban pada badan usaha yang lain.

Penggabungan kewajiban Dana Pensiun akan melibatkan sistim pendanaan yang berbeda. Dan sistim pendanaan yang berbeda tersebut tidak hanya berkaitan dengan perbedaan rasio pendanaan (perbandingan kekayaan dan kewajiban), tetapi juga perbedaan pada berbagai parameter yang mempengaruhi perhitungan besarnya kewajiban, yang sangat kompleks dan bervariasi antara Dana Pensiun yang satu dengan yang lain.

Sistim Pendanaan itu juga memiliki kaitan dan sangkut paut dengan kebijakan financial Pendiri, serta kebijakan Sumber Daya Manusia untuk jangka panjang .

Lebih dari itu semua, harus pula selalu disadari, bahwa penyatuan dan penggabungan atau merger Dana Pensiun tidak hanya melibatkan kepentingan serta menjadi persoalan bagi Pengurus Dana Pensiun atau Pendiri, akan tetapi (terutama) menyangkut kepentingan para Peserta Program Pensiun.

Kiranya dapat dipahami, bahwa penyatuan dan penggabungan dana investasi yang dikelola oleh Dana Pensiun yang didirikan oleh perusahaan BUMN, yang meliputi jumlah kurang lebih Rp. 90 Triliun (tahun 2010), akan melibatkan kepentingan beberapa ratus Pendiri, beberapa ratus Dana Pensiun dengan beberapa ratus sistim pendanaan yang berbeda, dan kepentingan kesinambungan penghasilan hari tua bagi beberapa ratus ribu orang Peserta Karyawan Aktif, dengan beberapa ratus ribu perhitungan Kewajiban berkaitan dengan Masa Kerja, serta kepentingan beberapa ratus ribu orang Pensiunan, dengan berbagai variasi masalah dan persoalan.

Rabu, 09 Maret 2011

Apa Kabar Jaminan Pensiun dan Sistem Jaminan Sosial Nasional ?

Sepenggal Kisah Buruh di Cikarang

oleh Tahir Saleh

MALANG betul nasib Halifah, gadis 26 tahun asli Betawi ini. Hampir 5 tahun memeras keringat di sebuah perusahaan, tapi akhirnya diputus kontrak tanpa sepeser uang, lebih sebagai pengabdian selain gaji terakhir.

Siang awal pekan ini, perempuan berkulit cokelat itu nampak begitu murung sambil menyeruput sebotol air mineral. Bibirnya mengatup rapat-rapat, pandangannya kosong ke depan, sesekali menengok lawan bicaranya.

Dia masih menanti angkutan umum menuju Tol Bekasi Barat di pangkalan bis 45 di dekat Kawasan EJIP (East Jakarta Industrial Park) Cikarang, Jawa Barat. Hari yang begitu terik itu, semakin membakar kulit, juga hatinya.

“Saya cuma dapat packlaring [surat pengalaman kerja] Mas, gaji terakhir sama ucapan makasih doang, kaga ada pensiun, kaga ada pesangon,” ujar wanita yang menjadi tumpuan keluarga ini dengan logat kental Betawi.

Perusahaan tempat Halifah membanting tulang terletak di Kawasan Industri Delta Silicon 1, dekat dengan EJIP, keduanya di Cikarang.
Setiap bulan, dia digaji antara Rp1,5 juta-Rp1,6 juta per bulan dengan lama kerja 7 jam sehari. Jika lembur selama 3 jam per hari dan terus menerus, maka keringatnya bisa bernilai maksimal Rp3 juta per bulan, tapi itu jarang.

Sejak masuk pada pertengahan 2006, kontraknya hanya 6 bulan, habis kontrak, lalu diperpanjang, habis lagi, diperpanjang lagi, begitu terus sampai akhirnya Senin pekan ini nasibnya berujung pemutusan kontrak tanpa pesangon, pensiun, yang tersisa hanya tabungan dari Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja).

Tak jauh beda dari Halifah, Agus, buruh pabrik di Kawasan EJIP juga sudah lebih dari 4 tahun dikontrak tanpa ada prosedur pengangkatan. Tapi Agus masih beruntung karena masih bekerja. Dengan tanggungan satu anak, Agus tak mungkin mengambil risiko turun ke jalan memprotes kelakukan perusahaan tempat dia mengais rizki.

“Kalau karyawan kontrak kami nda berani demo, tuntut macam-macam, tahu sendiri risikonya Mas,” kata Agus di Halte Gelanggang Olahraga Jl. Ahmad Yani Bekasi, menunggu bis jemputan perusahaan menuju Kawasan EJIP.

Agus sendiri agak malu-malu menyebut gajinya sekitar Rp1,5 jutadari perusahaan asal Jepang dengan jam kerja yang tak jauh berbeda dengan Halifah, 7 jam dan libur pada akhir pekan. Soal pensiun, Agus geleng-geleng kepala, enggan banyak curhat dengan orang baru.

“Perusahaan maunya untung doang, tabungan cuma adanya Jamsostek, lumayan buat simpanan, engga ada pensiun,” ujarnya menolak menyebut nama perusahaan dan nama asli.

Jika hanya Jamsostek seperti penuturan Halifah dan Agus, bisa dihitung berapa nilai tabungan mereka. Jamsostek sendiri menyedot iuran program jaminan hari tua 5,7% dari gaji. Bandingkan dengan Central Profident Fund (CPF) milik Singapura yang memotong iuran sebesar 40% dan Employeees Profindent Fund (EPF) milik Malaysia sebesar 23%.

Penantian lagi

Di Halte GOR siang itu, Agus tak sendiri, beberapa karyawan dengan pakain kerja a.l biru, putih, abu-abu, juga menanti kedatangan bis jemputan di antaranya PT Epson Indonesia, PT Sanken Indonesia, PT Omron Manufacturing of Indonesia, dan PT Keihin Indonesia.

Ada yang menuju Kawasan Industri MM2100 Cikarang Barat, Kawasan Jababeka Cikarang, hingga Kawasan EJIP. Suasananya seperti bis jemputan anak sekolah. Bis Agus sendiri belum nampak, padahal sudah 5 menit dia menanti.

Agus baru 5 menit menunggu, sementara seluruh pekerja Indonesia kini mesti menunggu lebih lama selesainya Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU-BPJS) yang sudah 7 tahun belum rampung.

Beleid ini adalah amanat dari UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang disahkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Bila tuntas, maka akan terbentuk badan yang akan menjalankan 5 jaminan yakni jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi seluruh rakyat.

DPR sendiri berkomitmen menyelesaikan pembahasan dengan pemerintah meski sampai kini masih terbentur bentuk hukum dan lainnya. Bisa dibilang butuh cukup banyak waktu, sementara parlemen juga tak memerinci berapa lama selesainya beleid tersebut. Entah 3 bulan, 6 bulan, setahun, atau mungkin 7 tahun lagi?

Kelambatan pemerintah soal SJSN dan lalainya merespon nasib orang-orang seperti Halifah dan Agus yang diliputi oleh sistem kontrak itulah yang menggerakkan ribuan buruh di antaranya tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Komite Aksi Jaminan Sosial merubung bak semut di depan Istana Negara, pada 6 Februari lalu.

Koordinator FSPMI Vonny Diananto mengatakan tiga tuntutan yang harus dipenuhi pemerintah guna kesejahteraan buruh Indonesia ialah penerapan SJSN, adanya pensiun bagi pekerja swasta dan soal outsourching yang sudah tidak terkendali,

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Rekson Silaban menilai salah satu kendala belum rampungnya perangkat UU jaminan sosial ialah konsep yang begitu ideal tanpa memperhatikan alokasi anggaran negara untuk seluruh rakyat Indonesia.

“Pemerintah juga tidak memperhatikan sejumlah kendala seperti belum diharmonisasi di antaranya UU No.3/1992 tentang Jamsostek, UU No.11/1992 tentang Dana Pensiun. SJSN political will, kalau tak ada itu maka sulit diimplemtasikan,” kata Rekson.

Ketua Umum Asosiasi Dana Pensiun Indonesia Djoni Rolindrawan mengamini belum seluruh perusahaan menyediakan jaminan pensiun bagi karyawan dan hanya mengandalkan Jamsostek.
Hal itu lantaran pertimbangan bahwa jaminan pensiun masih bersifat sukarela bukan mandatory sebagaimana dalam UU No.11/1992 tentang Jaminan Pensiun. “Jika dana pensiun sudah wajib niscaya pertumbuhan industri dan pengaruhnya kepada pekerja bisa dirasakan saat ini. Namun beberapa UU masih tumpang tindih dan dinilia memberatkan pengusaha,” kata Djoni.

Organisasi dan elemen pergerakan buruh tak henti bergerak, sementara pekerja semacam Agus dan Halifah barangkali tak begitu peduli dengan urusan pembahasan DPR dan pemerintah, Ihwal pertentangan bentuk badan hukum BPJS, apakah perlu ada penggabungan 4 BUMN termasuk PT Jamsostek, PT Asuransi Kesehatan Indonesia, PT Asabri, dan PT Taspen. Mereka mungkin tak mengindahkan,

Bagi mereka, pekerja swasta hanya dengan berbekal izasah SMA, usia yang sudah di atas 25 tahun akan sulit mencari pekerjaan baru. Lebih baik bertahan dari pada termakan usia dengan tanpa pekerjaan, sementara dapur butuh ngebul.

Mereka hanya bisa bertahan dengan perlakuan perusahaan-perusahaan yang sewenang-wenang dengan menerapkan kontrak kerja.

“Sedih ya iya. Saya engga tahu Mas pegimane nanti. Bonan, bodo nanan, mending balik aja dulu ke rumah,” sahut Halifah yang langsung masuk ke bis 45 menuju ke Bekasi. Perjalanan sekitar 45 menit itu mungkin akan dihabiskan Halifah dengan memendam kekecewaan. Negara ternyata belum mampu melindungi hak-haknya.

Semoga dengan keluh kesah para buruh diatas menjadikan inspirasi, simpati dan empati bagi para Stakeholders di perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia untuk lebih memperhatikan kesejahteraan para pekerjanya dengan mengikutkan atau mengadakan program pensiun dan atau setidak-tidaknya jangan ada lagi status kontrak bagi para buruh. Kami siap membantu / sosialisasi mengenai apa, bagaimana, manfaat dari program pensiun baik bagi perusahaan, karyawan dan lebih luas lagi bagi negara tercinta ini.

Selasa, 01 Maret 2011

Penilaian Kemampuan & Kepatutan Bagi Pengurus DP

Dengan telah dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan RI (PMK) Nomor 36/PMK.010/2010 tanggal 12 Februari 2010 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 513/KMK.06/2002 tanggal 4 Desember 2002 tentang Persyaratan Pengurus dan Dewan Pengawas Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Pelaksana Tugas Pengurus Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.010/2010 tanggal 12 Februari 2010 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Calon Pengurus Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Pelaksana Tugas Pengurus Dana Pensiun Lembaga Keuangan serta Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER-02/BL/2010 tanggal 14 September 2010 tentang Dana Pensiun Yang Wajib Memiliki Pengurus atau Pelaksana Tugas Pengurus Yang Lulus Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Peraturan-peraturan tersebut akan efektif berlaku mulai tanggal 13 Februari 2011) kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :

1. Berdasarkan KMK Nomor 513/KMK.06/2002 tanggal 4 Desember 2002 jo PMK Nomor 36/PMK.010/2010 tanggal 12 Februari 2010, Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor KEP-4263/LK/2004 tanggal 28 September 2004 dan Surat Keputusan Ketua Lembaga Standar Profesi Dana Pensiun (LSPDP) Nomor 15/SK/LSPDP/XI/2004 tanggal 29 November 2004 antara lain diatur salah satu persyaratan seseorang yang dapat ditunjuk sebagai Pengurus DPPK adalah harus memiliki pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun yang dibuktikan dengan lulus ujian yang dilaksanakan oleh LSPDP, sebelum tanggal penunjukan yang bersangkutan sebagai Pengurus DPPK.

2. Dalam ketentuan tersebut juga diatur setiap Pengurus DPPK yang telah lulus ujian pengetahuan dasar di bidang dana pensiun dari LSPDP dan diangkat menjadi Pengurus DPPK, diwajibkan meningkatkan pengetahuannya di bidang dana pensiun secara berkelanjutan dengan cara melakukan kegiatan yang bertema relevan dengan penyelenggaraan dana pensiun antara lain mengikuti pendidikan & pelatihan, seminar, workshop, lokakarya atau sebagai pembicara / instruktur, penulis buku / makalah / artikel / karya tulis dan lain-lain yang dibuktikan dengan perolehan angka kredit (credit point) yang diakreditasi / diendorse oleh LSPDP.

3. Selain ketentuan sebagaimana tersebut dalam butir 1 dan butir 2, terhitung mulai tanggal 13 Februari 2011, Pengurus DPPK yang menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) yang memiliki total investasi paling sedikit Rp 100 milyar (Seratus milyar rupiah) dan bagi semua Pengurus DPPK yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti/PPIP (tanpa memperhatikan nilai investasinya), wajib mengikuti penilaian kemampuan dan kepatutan yang dilakukan oleh Tim Penguji. Hasil penilaian kemampuan dan kepatutan dinyatakan dengan predikat lulus dan tidak lulus yang ditetapkan oleh Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Berkaitan hal tersebut di atas dengan ini disampaikan beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan Pendiri DPPK, Pengurus dan Dewan Pengawas Dana Pensiun sebagai berikut :

a. Penilaian kemampuan dan kepatutan diberlakukan bagi Calon Pengurus dari DPPK (sesuai kriteria sebagaimana tersebut di atas) yang akan diangkat menjadi Pengurus Dana Pensiun setelah tanggal 13 Februari 2011 [Pasal 3 ayat (2a) PMK No 37/PMK.010/2010]

b. Penilaian kemampuan dan kepatutan kepada calon pengurus Dana Pensiun dilakukan terhadap faktor kompetensi dan faktor integritas [Pasal 6 PMK No 37/PMK.010/2010]

c. Pengurus DPPK yang sedang menjabat pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan tersebut (masih menjabat saat tanggal 13 Februari 2011 dan seterusnya) dianggap telah memenuhi persyaratan kelulusan penilaian kemampuan dan kepatutan. Namun apabila kemudian setelah berakhir masa jabatannya akan dicalonkan kembali sebagai Pengurus Dana Pensiun wajib mengikuti penilaian kemampuan dan kepatutan [Pasal 13 PMK No 37/PMK.010/2010]

d. Bagi Pengurus DPPK yang telah dinyatakan Lulus Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dan dicalonkan kembali menjadi Pengurus Dana Pensiun yang sama, tidak wajib mengikuti Penilaian Kemampuan dan Kepatutan [Pasal 4 huruf a PMK No 37/PMK.010/2010]

e. Bagi Pengurus yang telah dinyatakan lulus dari penilaian kemampuan dan kepatutan dan dicalonkan menjadi Pengurus Dana Pensiun lain yang menyelenggarakan program pensiun yang sama, tidak wajib mengikuti penilaian kemampuan dan kepatutan sepanjang tidak melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal kelulusan penilaian kemampuan dan kepatutan [Pasal 4 huruf b PMK No 37/PMK.010/2010]

f. Calon Pengurus yang telah dinyatakan lulus penilaian kemampuan dan kepatutan harus diangkat oleh Pendiri Dana Pensiun dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan kelulusan oleh Ketua Bapepam dan LK [Pasal 12 ayat (1) PMK No 37/PMK.010/2010]

I. Permohonan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan :

1) Permohonan untuk diadakan penilaian kemampuan dan kepatutan dilakukan secara tertulis oleh Pendiri DPPK kepada Menteri Keuangan cq Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tanggal berakhirnya periode kepengurusan, dengan melampirkan dokumen sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.010/2010 [Pasal 5 ayat (1), (2) dan (3) PMK No 37/PMK.010/2010]

2) Jumlah Calon Pengurus yang diusulkan untuk dilakukan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan untuk setiap jumlah jabatan yang diuji paling banyak 2 (dua) orang calon [Pasal 4 PMK No 37/PMK.010/2010]

4. Walaupun menurut ketentuan permohonan tertulis usulan permintaan pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan Calon Pengurus DPPK disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tanggal berakhirnya periode kepengurusan, namun dalam rangka kelancaran dan kesinambungan pengelolaan Dana Pensiun disarankan proses pengusulan penilaian kemampuan dan kepatutan dapat disampaikan lebih awal misalnya 4 (empat) bulan sebelumnya.

Keputusan Menteri Keuangan No 513/KMK.06/2002 tanggal 4 Desember 2002, PMK No 36/PMK.010/2010 tanggal 12 Februari 2010, PMK No 37/PMK.010/2010 tanggal 12 Februari 2010, dan Peraturan Ketua Bapepam dan LK No PER-02/BL/2010 tanggal 14 September 2010 dapat diunduh melalui website www.adpi.or.id atau www.gusbandi.blogspot.com

Perkembangan Industri Dana Pensiun 2010

Perkembangan Industri Dana Pensiun dalam Tahun 2010 dapat digambarkan sebagai berikut :

Sepanjang tahun 2010 tidak ada pengesahan pembentukan Dana Pensiun baru. Meski demikian, ada beberapa permohonan pembentukan dana pensiun yang masuk di tahun 2010 dan sampai dengan Siaran Pers ini disusun permohonan tersebut masih diproses. Kondisi sebaliknya, sepanjang tahun yang sama terdapat 4 pengesahan pembubaran dana pensiun, yang terdiri dari 3 Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan 1 Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Dari ke 3 DPPK tersebut 2 diantaranya menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan 1 menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP). Dengan bubarnya ke-4 dana pensiun tersebut, maka jumlah dana pensiun yang masih beroperasi saat ini menjadi 272 dana pensiun, terdiri dari 208 DPPK PPMP, 40 DPPK PPIP dan 24 DPLK.

- Berdasarkan laporan keuangan Dana Pensiun Semester I 2010 (posisi per tanggal 30 Juni 2010), jumlah kekayaan (aktiva bersih) dana pensiun adalah sebanyak Rp120,15 trilyun atau meningkat 6,79% dibandingkan dengan kekayaan (aktiva bersih) dana pensiun per tanggal 31 Desember 2009. Untuk DPPK, pada posisi tersebut jumlah kekayaannya adalah sebesar Rp103,95 trilyun atau meningkat 6,59% dibandingkan dengan kekayaan DPPK per tanggal 31 Desember 2009. Sedangkan untuk DPLK jumlah kekayaan per tanggal 30 Juni 2010 adalah sebesar Rp16,19trilyun atau meningkat sebesar 8,01% dari jumlah kekayaan DPLK per tanggal 31 Desember 2009.

- Berdasarkan laporan keuangan Dana Pensiun Semester I 2010 (posisi per tanggal 30 Juni 2010), jumlah investasi dana pensiun adalah sebanyak Rp115,56 triliun atau meningkat 6,94% dibandingkan dengan investasi dana pensiun per tanggal 31 Desember 2009. Untuk DPPK, jumlah investasi pada posisi tersebut adalah sebesar Rp 99,53 triliun atau meningkat 6,78% dibandingkan dengan nilai investasi DPPK per tanggal 31 Desember 2009. Sedangkan untuk DPLK jumlah investasinya per tanggal 30 Juni 2010 adalah sebesar Rp 16,03 triliun atau meningkat sebesar 7,95% dari nilai investasi DPLK per tanggal 31 Desember 2009.

- Pada posisi per tanggal 30 Juni 2010, investasi dana pensiun pada Surat Berharga Negara menempati urutan teratas dengan nilai sebesar Rp 29,50 trilyun (25,52% dari total investasi dana pensiun), diikuti oleh obligasi korporasi sebesar Rp26,51 triliun (22,94% dari total investasi dana pensiun) dan deposito berjangka sebesar Rp24,92 triliun (21,57% dari total investasi dana pensiun).

- Bila dikaitkan dengan Pasar Modal, nilai penempatan investasi dana pensiun per tanggal 30 Juni 2010 di Pasar Modal (termasuk surat berharga negara) besarnya mencapai Rp79,73 triliun (68,99% dari total investasi dana pensiun). Sedangkan di Pasar Uang, nilai penempatan investasi dana pensiun adalah sebesar Rp28,44 trilyun (24,61% dari total investasi dana pensiun).

Sumber : Siaran Pers Akhir Tahun 2010 Bapepam-LK (Kementrian Keuangan RI)

Relationship

  © Blogger template 'Perfection' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP